Kenapa ibu-ibu Batak Sering Disebut POLISI TOBA?

Polisi Toba bukan dimaksudkan sebagai aparat Polisi yang bertugas di Tobasa. Tapi sebutan (maaf) olok-olok para suami di warung kopi Batak untuk sang istri. Kenapa di sebut Polisi Toba, karena katanya sering ‘menggeledah’ isi dompet sang suami sekaligus ‘menyita’. Tentu saja tanpa pakai “Berita Acara Pemeriksaan”.
Jika kalian telah menikah, terutama dengan wanita Batak, maka jangan coba-coba untuk macam-macam. Sebab, itu akan bahaya kali kawan.
Polisi Toba bukan dimaksudkan sebagai aparat Polisi yang bertugas di Tobasa. Tapi sebutan (maaf) olok-olok para suami di warung kopi Batak untuk sang istri. Kenapa di sebut Polisi Toba, karena katanya sering ‘menggeledah’ isi dompet sang suami sekaligus ‘menyita’. Tentu saja tanpa pakai “Berita Acara Pemeriksaan”.
Gambar: ilustrasi
Jangan salah. Polisi Toba bukan cuma sebutan bagi para suami2 yang tergabung dalam Aliansi Suami Takut Istri (ASTI) saja. Bahkan preman2 yang di takuti di terminal pun banyak yang tunduk pada Polisi Toba di rumah.,,
Karena itu makanya wanita Batak sering digambarkan dengan sebutan ‘Polisi Toba’. Disebut ‘polisi’ karena memang tugasnya sebagai istri memang menjaga konsistensi aturan dan rencana yang telah disepakati bersama dalam sebuah keluarga. Adapun tambahan ‘Toba’ di belakangnya hanya untuk menandakan dia adalah halak hita.

Dia bisa menjadi momok bagi suami yang kurang bertanggung jawab. Bahkan, dia bisa menjadi sosok yang menakutkan bila suaminya dianggap tidak mendukung semangat memperjuangkan anak “manjujung anakhon” agar kelak “ boi hasea pasangap natoras” sebagai harapan tertinggi orang Batak dalam hidupnya.
Nah, ‘Polisi Toba’ memang sangat ditakuti manakala sang suami membuat suatu kesalahan. Terlebih kesalahan dan sikap itu akan merusak tatanan dan kehidupan keluarga dan anak-anaknya.
Jika seperti ini, wanita Batak akan muncul ke depan sebagai ‘Polisi Toba’ yang menegakkan hukum dan aturan serta harapan rumah tangganya.
Kenapa bisa seperti itu? 
Hal ini karena wanita Batak sebagai “boru ni raja” adalah orang yang mandiri, tegar dan sangat tangguh dalam berjuang. Terlebih untuk keluarga dan anak-anaknya.
Wanita Batak yang telah menikah dan punya anak sering digambarkan sebagai “batu ni sopo/rumah” atau batu penyokong tempat berdirinya tiang rumah. Gambaran ini menguatkan pemahaman bahwa jika sudah berkeluarga, wanita Batak tidak sekedar istri yang melahirkan anak, tetapi dia menjadi tiang rumah tangga.
Dengan kata lain, dia menjadi manajer keuangan keluarga “parsonduk bolon, sitiop puro, sisuhat sidabuan” yang bertanggungjawab mengatur sisi ekonomi keluarga.
Dia juga begitu sentral dalam pengaturan ekonomi dan sebagai “paniaran, soripada, tunggane boru” mitra utama suami dalam banyak hal. Seperti adat, persoalan keluarga dan marga, yang kadangkala seorang istri harus mampu mengambil alih tanggungjawab suami dalam persoalan keluarga besarnya, juga marga suaminya.
Di samping kedua hal penting di atas, sebagai ibu yang melahirkan “pangintubu dan pardijabu” wanita Batak berdiri paling depan memelihara kesehatan, moral, dan pendidikan anaknya untuk lebih maju kelak, “panangkokhon goar dohot sangap ni natoras”.
hal inilah yang membuat Peran ini menempatkan wanita Batak dalam keluarganya tidak bisa dipandang sepele.
Lihat sumber nya disini.
© Gobings.com. All rights reserved. Distributed by ASThemesWorld