Tulang dalam Batak Toba memiliki fungsi atau peran yang sangat strategis sehingga keberadaan Tulang pada ulaon adat tidak boleh
diabaikan atau disepelekan yang merupakan salah satu unsur Dalihan Na Tolu
(DNT) yakni Hula-Hula, Dongan Tubu, Boru/Bere.
Namun pada era belakangan ini keberadaan
tulang cenderung tidak begitu dipentingkan oleh sebahagian orang terlebih
setelah berumah tangga/kawin ( marhasohotan) dengan perempuan bukan boru ni
tulang ( ndang mangalap boru ni tulang).
Padahal fungsi dan peran tulang terhadap bere pada
Batak-Toba sungguh paling penting sejak dari lahir, berumah tangga/kawin,
meninggal, dan mengongkal holi. Selanjutnya, ada ungkapan Batak-Toba menyatakan
“tulang tidak bisa diganti, sedangkan mertua bisa diganti “ yang menunjukkan
betapa tingginya eksistensi tulang pada Batak-Toba. Mengganti dan/atau menambah
istri ( na nialap) bisa terjadi sedangkan mengganti ibu/mamak ( inang
pangintubu) tidak bisa. Tulang adalah saudara laki-laki ibu/mamak
sedangkan mertua ( simatua) adalah hula-hula istri. Misalnya, jika seseorang
mempunyai dua istri ( marsidua-dua) maka mertuanya ( hual-hula) tentu saja
menjadi dua sedangkan tulang tidak bisa diganti atau ditambah.
Tulang Do Sitopak Parsambubuan
Ketika anak pertama lahir, maka mertua membawa sipanganon aek ni unte sekaligus mamoholi si anak
baru lahir tersebut. Dan ketika si anak berumur beberapa bulan maka orang tua
si anak membawa anaknya ke rumah ompung baonya dengan membawa sipanganon na
tabo songon tungkol tangga karena baru pertama kali si bayi tersebut datang ke
rumah ompung baonya (orang tua si perempuan melahirkan).
Setelah sampai di rumah ompung baonya maka orang tua si
anak pa’abingkon si bayi kepada
tulangnya, dan biasanya pada saat itulah tulangnya menggunting ( manimburi)
rambut berenya. Orang tua si bayi selanjutnya memberikan sipalas roha ni tulang
si anak tersebut. Menggunting rambut (manimburi) bertujuan agar ubun-ubun (
parsambubuan) si bayi menjadi kuat dan keras yang bermakna supaya si bayi
sehat-sehat dan panjang umur. Tulang si bayi selanjutnya mengatakan,” magodang
ma ho bere, dao ma sahit-sahit sian ho. Magodang-godang ansimun ma ho, ulluson
pura-pura”. Asa songon nidok ni umpasa “Dangka ni sitorop tanggo
pinangait-aithon, simbur magodang ma ho bere sitongka ma panahit-nahiton”.
Selanjutnya, bila si orang tua bayi telah
merencanakan nama bayinya maka tulang bisa menambah nama berenya. Karena itu,
fungsi, peran tulang terhadap berenya sangatlah penting sebagai sitopak
parsambubuan. Dan selanjutnya tulang akan memberi ulos Parompa (kain gendongan)
terhadap berenya sembari mengatakan,” marompa anak dohot boru ma on dongan mu
marsipairing-iringan”.
Oleh sebab itu, paabingkon bere tu tulangna merupakan
salah satu ulaon Batak-Toba yang menggambarkan betapa perlu, pentingnya tulang
pada Batak-Toba. Tetapi pada era belakangan ini ulaon paabingkon bere kepada
tulangnya, sekaligus memangkas rambut bere pertama kalinya sepertinya sudah
jarang dilakukan terlebih di perantauan dan kota-kota besar. Padahal paabingkon
bere, memangkas rambut ( manimburi) merupakan penghormatan paling pertama dari
seorang bere kepada tulangnya. Makna tulang sitopak parsambubuan sudah
cenderung sebatas kata-kata saja yang lama kelamaan hilang begitu saja.
Akibatnya, fungsi, peran tulang terhadap berenya semakin menipis bahkan hilang
sama sekali.
Tulang Paborhat Laho Mangoli
Salah satu jenis ulaon Batak-Toba adalah Manulangi Tulang
setelah berenya beranjak dewasa ( naeng marhasohotan/mangoli). Orang tua
membawa anak-anaknya manulangi tulang dengan maksud agar tulangnya memberi
restu kepada berenya melangkah dan/atau kawin/berumah tangga (
mangoli/marhasohotan) karena sudah lajang (doli-doli) sehingga sudah pantas
membentuk rumah tangga atau kawin.
ilustrasi. source: google image |
Jika pada saat itu anak perempuan ( boru) ni tulang ada
anak gadis ( anak boru) maka biasanya Batak-Toba “menawarkan” anak gadisnya
tersebut kepada berenya untuk dipersunting ( dioli) sebab menurut adat
Batak-Toba boru ni tulang adalah pariban anak ni namboru yang memiliki hak
saling mengawini satu sama lain.
Akan tetapi, bila pada saat Manulangi Tulang anak gadis
tulangnya tidak ada yang tepat, baik boru tulang na marhaha-maranggi maka
tulang merestui berenya untuk mempersunting perempuan lain dengan memberikan
“ulos tali-tali laho mangoli”. Karena itu timbul ungkapan mengatakan,”Hot pe
jabu i hot margulang-gulang, manang ise pe dialap bere i, tong doi boru ni
tulang”. Artinya, perempuan mana pun yang dipersunting berenya dia menganggap
borunya sendiri. Sehingga makna ulaon Manulangi Tulang adalah menghormati
tulang sekaligus meminta restu untuk melangsungkan perkawinan, baik dengan boru
ni tulang maupun kepada perempuan lain.
Perkawinan
boru ni tulang dengan anak ni namboru pada masa-masa belakangan ini sudah
semakin jarang, termasuk melaksanakan ulaon Manulangi Tulang sebelum
melangsungkan perkawinan padahal ulaon Manulangi Tulang merupakan salah satu
instrumen penting untuk menanamkan pemahaman hakiki peran dan fungsi tulang
pada Batak-Toba.
Tulang Pasahat Ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung
Sebagaimana telah diuraikan pada poin “Tulang paborhatlaho mangoli” bahwa saat itu boru ni Tulang tidak ada yang tepat untuk
dipersunting maka Tulang merestui berenya kawin dengan perempuan
lain karena anak perempuan ( boru) nya tidak ada yang tepat dan cocok
“diberikan” atau dijadikan kepada berenya saat itu.
Ketika si bere melangsungkan pesta perkawinan ( mangadati/marunjuk/
manggarar sulang-sulang ni pahompu dohot ulaon na gok) maka tulang memberikan
ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung.
Pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung pada
Batak-Toba apabila si bere kawin (mangalap boru) dengan perempuan lain.
Sedangkan apabila kawin dengan boru tulang kandung ( tulang sitoho-toho) maka
pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung tidak ada. Sebab tulang
sekaligus menjadi mertua setelah mempersunting paribannya sendiri
.
Pada Batak-Toba seorang mertua sangat dipantangkan
menyebut atau memanggil nama langsung menantunya, tetapi apabila bere jadi
menantu maka hal itu tidak berlaku karena mertua adalah tulang sekaligus.
Sehingga bila seorang mertua memanggil atau menyebut nama menantu hal itu menandakan
bahwa menantunya itu adalah bere kandung. Demikian sebaliknya, jika menantu
adalah maen maka mertua laki-laki tidak pantang memanggil nama menantu (
parumaen) karena si mertua adalah amang boru. Sedangkan apabila menantu ( hela)
bukan bere kandung atau parumaen bukan maen kandung ( tutur manolbung) maka
sangat dipantangkan memanggil nama langsung( goar sadanak) menantu, cukup
dengan memanggil marganya saja. Batak-Toba sering mengatakan,”Ndang holi-holi
sinuanhon, huling-huling ni dalhophon” bermakna bahwa bukanlah keluarga (
tutur) baru tetapi sudah memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan terus
menerus sehingga tida asing lagi satu sama lain.
Dalam sistem kekeluargaan atau kekerabatan
Batak-Toba yang menganut sistem garis keturunan patrilineal ( laki-laki) Tulang
memiliki hak Ungkap Hombung terhadap bere laki-laki yakni memiliki akses
langsung ( na niambangan) atas harta pusaka berenya. Sementara mertua memiliki
akses langsung (baca; na niambangan) terhadap anak perempuannya ( borunya).
Karena itu lah pada saat memberikan Sinamot Tintin Marangkup dari orang tua
perempuan ( simatua ni bere) kepada tulang selalu muncul ungkapan
mengatakan,”Molo hami di jolo hamu ma dipudi nami, molo hamu di jolo hami ma
dipudi muna) artinya, bahwa ketika si laki-laki meninggal maka tulang lah
paling berhak ( na ni ambangan), tetapi sebaliknya, bila si perempuan yang
meninggal maka orang tua si perempuan ( hula-hula) lah paling berhak ( na ni
ambangan).
Perlu dipahami bahwa kedudukan Tulang Ungkap
Hombung (tulang laki-laki) dengan hula-hula (simatua laki-laki) pasca
perkawinan adalah hubungan pertalian dalam ulaon adat, bukan hubungan satu
marga (sabutuha) sehingga kurang tepat jika ada yang menyebut haha-anggi nami
sebab marhaha-maranggi atau sabutuha hanya untuk satu marga saja. Sehingga
lebih tepat menyebut haha-anggi paradatan marhite bere nami atau marhite hela
nami, dan seterusnya.
Pada Batak Toba posisi tulang merupakan pertama dan
utama bukan sebaliknya memosisikan hula-hula segala-galanya hingga
ada menyepelekan atau melupakan arti penting tulang di dalam kehidupan
sehari-hari. Melupakan tulang sama artinya dengan melupakan atau tidak
menghargai ibu/mamak ( inang/inong pangintubu) sembari mengagung-agungkan istri
( pardijabu, parsonduk bolon) karena hanya mengutamakan hula-hula atau orang
tua istri.
Tulang Pasahat Saput atau Pasahat Tujung
Salah satu dalil pasti di dunia ini adalah
semua manusia pasti akan meninggal, tetapi tak seorang pun manusia di atas
dunia ini mampu menentukan kapan dirinya meninggal dunia sebab hal itu
merupakan otoritas mutlak absolut Tuhan Yang Maha Kuasa. Ungkapan
mengatakan,”Timbo dolok martimbang hatubuan ni si marhera-hera, Debata parbanua
ginjang ido suhat-suhat ni hosa ni jolma manisia” menunjukkan bahwa hidup
manusia ditentukan Tuhan pencipta semesta alam. Karena itu pula lah pepatah
klasik mengatakan.”sebelum ajal berpantang mati”.
Ketika seorang laki-laki ( bere) meninggal tulang
berkewajiban memberikan ( pasahat) Ulos Saput, sedangkan pada saat istri bere
meninggal ( mabalu) tulang berkewajiban memberikan Ulos Tujung sehingga peran
dan fungsi tulang pada Batak-Toba tidak terlepas dari berenya, baik selama
hidup maupun ketika meninggal dunia. Sehingga kedudukan tulang pada Batak-Toba
amat sangat strategis serta tidak boleh diabaikan.
Tulang Manampin Saring-saring/holi
Makna ulaon adat Mangongkal Holi/Saring-saring adalah
menghormati jasa-jasa orang tua sekaligus mempersatukan, mempererat hubungan
harmoni seluruh pomparan orang tua tersebut. Sebab ulaon adat Mangongkal
Holi/Saring-saring merupakan ulaon bersama ( ripe-ripe) seluruh keturunan orang
tua, leluhur yang akan diangkat tulang-belulangnya ( holi. Saring-saring). Oleh
sebab itu, sebelum dilakukan mengangkat tulang-belulang (baca; mangongkal
holi/saring-saring) maka harus dilakukan musyawarah serta mufakat bersama
seluruh keturunan barulah bisa dilaksanakan ulaon adat mangongkal
holi/saring-saring. Tidak boleh didasarkan atas kemampuan keadaan atau harta
milik orang tertentu, tetapi benar-benar kata sepakat bersama karena berkaitan
dengan berbagai pihak unsur Dalihan Na Tolu (DNT).
Bila tulang-belulang ( holi/saring-saring) laki-laki yang diangkat ( diongkal) maka Tulangnya lah yang menampung ( manampin) tulang-belulang ( holi/saring-saring) berenya dengan sehelai ulos panampin. Selanjutnya, menyerahkan kepada keturunannya untuk dibersihkan untuk kemudian dimasukkan ke dalam Tambak atau Simin/Tugu. Sebaliknya, bila tulang-belulang perempuan yang diangkat ( diongkal) maka Hula-hulanya lah menampung ( manampin) tulang-belulang ( holi/saring-saring) borunya dengan sehelai ulos panampin. Selanjutnya, menyerahkan kepada keturunannya untuk dibersihkan, dijemur, kemudian dimasukkan ke dalam peti kecil ( singkam) untuk kemudian dimasukkan ke dalam Tambak atau Simin/Tugu.
ilustrasi. image source: google |
Bila tulang-belulang ( holi/saring-saring) laki-laki yang diangkat ( diongkal) maka Tulangnya lah yang menampung ( manampin) tulang-belulang ( holi/saring-saring) berenya dengan sehelai ulos panampin. Selanjutnya, menyerahkan kepada keturunannya untuk dibersihkan untuk kemudian dimasukkan ke dalam Tambak atau Simin/Tugu. Sebaliknya, bila tulang-belulang perempuan yang diangkat ( diongkal) maka Hula-hulanya lah menampung ( manampin) tulang-belulang ( holi/saring-saring) borunya dengan sehelai ulos panampin. Selanjutnya, menyerahkan kepada keturunannya untuk dibersihkan, dijemur, kemudian dimasukkan ke dalam peti kecil ( singkam) untuk kemudian dimasukkan ke dalam Tambak atau Simin/Tugu.
Peran dan fungsi Tulang pada ulaon adat mangongkal
holi/saring-saring pada Batak-Toba merupakan hak dan kewajiban serta keharusan
hukum adat sebab bila tulang-belulang orang tua laki-laki diangkat ( diongkal)
tanpa dilihat, disaksikan, ditampung ( ditampin) oleh Tulangnya maka hal itu
disebut mencuri ( manangko). Karena itu, kehadiran Tulang manampin
holi/saring-saring pada saat mangongkal holi/saring-saring merupakan hukum
wajib agar prosesi mengangkat tulang-belulang tidak dikategorikan
mencuri ( manangko) sesuai hukum adat.
Oleh karena itu, peran dan fungsi Tulang pada ulaon adat
mangongkal holi/saring-saring merupakan unsur paling utama yang tidak boleh
diabaikan atau ditiadakan begitu saja. Sehingga amat keliru besar apabila
seorang bere ( laki-laki) tidak menghormati atau memutus hubungan dengan
Tulangnya dalam kehidupan sehari-hari.